Friday, December 7, 2018

PEMUSTAKA DAN LITERASI INFORMASI


Pertama kali konsep literasi informasi di perkenalkan oleh Paul Zurkowski (President of Information Association) pada tahun 1974, ketika mengajukan sebuah proposal kepada The National Commission on Libraries and Information Science (NCLIS), USA. Zurkoweski menulis: People trained in the aplication of information resources to the work can be called information literate. They have learned techniques and skill for utilizing the wide range of information tools as well as primary sources in molding information solutions to their problems. (“orang-orang yang dilatih dalam mengaplikasikan sumber-sumber informasi untuk pekerjaan dapat disebut dengan literasi informasi. Mereka telah mempelajari teknik dan kemampuan menggunakan alat-alat dan sumber utama informasi dalam pemecahan masalah mereka”).
Di awal tahun 1990an, pengertian literasi informasi yang diusulkan oleh ALA, secara umum, diterima. Menurut ALA (1989: 10): “To be information literate, a person must be able to recognize when information is needed and have the ability to locate, evaluate, and use effective the needed information”. Artinya, untuk menjadi melek informasi, seseorang harus mampu mengenali kapan informasi dibutuhkan dan memiliki kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi dan menggunakan secara efektif informasi yang dibutuhkan.
Pada tahun 2000 keeterampilan Literasi Informasi didefinisikan oleh Association of College and Research Libraries (ACRL)  sebagai “a set of abilities requiring individuals to recognize when information is needed and have the ability to locate, evaluate, and use effectively the needed information”. Artinya, seperangkat kemampuan yang membutuhkan individu untuk mengenali kapan informasi dibutuhkan dan memiliki kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan secara efektif informasi yang dibutuhkan.
Istilah literasi informasi (melek informasi) dalam kaitannya di perpustakaan diperkenalkan di Denmark pada tahun 1998 oleh Elisabeth Arkin, kelahiran Amerika, mantan Kepala Layanan Perpustakaan Universitas Aalborg, di sebuah konferensi pada pemasaran dan evaluasi layanan perpustakaan. Analisis wacana mengungkapkan bahwa ‘informations competitions’ adalah sebuah istilah terbuka untuk interpretasi, dan salah satu yang berarti hal yang berbeda untuk orang yang berbeda. Hampir semua kegiatan perpustakaan, manual atau virtual di bawah payung literasi informasi; pendidikan pengguna, orientasi perpustakaan, pengguna perpustakaan negosiasi, layanan digital yang sekarang tampaknya merupakan bagian dari konsep semua kegiatan melek informasi. Banyak pustakawan menganggap mengajar literasi informasi dalam arti sempit sebagai sinonim dengan mengajar keterampilan mencari informasi. Petunjuk untuk pengembangan keterampilan literasi informasi secara umum disediakan secara online untuk memberikan layanan kepada peningkatan jumlah siswa (Anderson and Mei, 2010; Zhang, Watson, and Banfield, 2007).
Keterampilan literasi informasi yang dikumandangkan UNESCO adalah belajar seumur hidup (lifelong learning). Menurut UNESCO dalam Horton: Literasi informasi dan belajar seumur hidup sangat erat kaitannya, karena proses pembelajaran dimulai melalui gerbang informasi. Kemampuan dalam mencari informasi yang dibutuhkan siswa di sekolah juga dapat dilakukan pada perpustakaan sekolah. Perpustakaan merupakan sarana yang efektif untuk sumber belajar dalam mencari informasi. Perpustakaan juga memiliki fungsi sebagai tempat bertukar pikiran antara pemustaka dan pustakawan. Disamping itu, bagi pemustaka juga sebagai tempat menemukan dan mengevaluasi informasi yang dibutuhkan.
             Perpustakaan merupakan gudangnya ilmu pengetahuan dan sebagai sumber daya informasi (resources center). Namun bukan berarti informasi dari koleksi terutama buku yang disediakan di perpustakaan itu semuanya dapat kita ikuti aliran/ajaran teorinya. Salah satu dampak dari perkembangan teknologi informasi saat ini mengakibatkan ledakan informasi (information explosion). Artinya bahwa hampir setiap orang dari anak kecil sampai orang tua dapat menerima informasi apapun dan dari manapun tanpa batas dan filter. Selanjutnya apabila masyarakat sebagai pengguna perpustakaan cukup melek informasi, maka berbagai informasi yang melimpah tersebut akan menjadi sumberdaya yang bermanfaat. Untuk itu setiap orang sangat perlu mengevaluasi informasi yang mereka terima supaya bisa memenuhi kebutuhannya akan informasi yang dicari. Masyarakat sebagai pengguna perpustakaan harus benar-benar selektif dalam menerapkan suatu hal dari informasi yang dibaca dari sebuah buku.
Kita ketahui bahwa salah satu kegiatan perpustakaan tanpa memandang jenis dan bentuk organisasi dari sebuah perpustakaan, adalah mengadakan bahan pustaka yang dimulai dari menseleksi, memilih, dan akhirnya memesan bahan pustaka. Oleh karena itu, disinilah peran perpustakaan sebagai penyaring (filter) dari berbagai macam sumber informasi yang ada. Perpustakaan harus bisa memprioritaskan buku-buku yang bisa lebih berperan dalam mengolah sumber-sumber informasi agar bernilai bagi masyarakat yang membutuhkan. Perpustakaan sebagai wadah untuk mewujudkan masyarakat berinformasi (information literate society). Selanjutnya dengan adanya literasi informasi yang tepat, maka akan membuat masyarakat menjadi lebih percaya diri untuk maju dan mengembangkan diri dalam mengambil keputusan dengan tepat pula.
Dengan adanya literasi informasi, pemustaka akan mampu mengolah informasi dengan tepat. Keterampilan inilah yang akan mampu menunjang kebutuhan pemustaka dalam proses belajar mengajar.

DAFTAR PUSTAKA
            Karim, Abdul.  2015. Literasi Informasi di Perpustakaan. Iqra’: Jurnal Perpustakaan dan Informasi. Vol. 08 No. 01. http://library.uinsu.ac.id/journal/index.-php/iqra/article/view/209 diakses pada tanggal 30 November 2018.
Mulyadi, M. 2013.  Perpustakaan Sebagai Literasi Informasi Bagi Pemustaka. TAMADDUN: Jurnal Kebudayaan dan Sastra Islam. Vol. 13 No. 02. http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tamaddun/article/view/159 diakses pada tanggal 30 November 2018.
Michelle Hale Williams dan Jocelyn Jones Evans. 2008. Factor in Information Literacy Education, Journal of Political Science Education. Vol. 4 No. 1. DOI: 10.1080/15512160701816234. http://doi.org/10.1080/15512160701816234 diakses pada tanggal 2 Desember 2018.
Yager, Z., Salisbury, F., dan Kirkman, L. 2013. Assessment of Information Literacy Skills Among First Year Students. The International Journal of The First Year in Higher Education. Vol. 4 No. 1. DOI: 10.5204/intjfyhe.v4i1.140. https://fyhe-journal.com/article/download/140/158 diakses pada tanggal 3 Desember 2018.








No comments:

Post a Comment