Pertama kali konsep literasi informasi di
perkenalkan oleh Paul Zurkowski (President of Information Association) pada
tahun 1974, ketika mengajukan sebuah proposal kepada The
National Commission on
Libraries and Information Science (NCLIS), USA. Zurkoweski
menulis: “People trained in the
aplication of information resources to the work can be called information literate.
They have learned techniques and skill for utilizing the wide range of information tools as
well as primary sources in molding information solutions
to their problems.
(“orang-orang yang dilatih dalam mengaplikasikan sumber-sumber informasi untuk
pekerjaan dapat disebut dengan literasi informasi. Mereka telah mempelajari
teknik dan kemampuan menggunakan alat-alat dan sumber utama informasi dalam
pemecahan masalah mereka”).
Di awal tahun 1990an, pengertian literasi informasi
yang diusulkan oleh ALA, secara umum, diterima. Menurut ALA (1989: 10): “To be information literate, a person must be able to recognize
when information is needed and have the ability to locate, evaluate, and use
effective the
needed information”. Artinya, untuk menjadi melek informasi, seseorang harus mampu
mengenali kapan informasi dibutuhkan dan memiliki kemampuan untuk menemukan,
mengevaluasi dan menggunakan secara efektif informasi yang dibutuhkan.
Pada tahun 2000 keeterampilan Literasi Informasi
didefinisikan oleh Association of College and Research Libraries (ACRL) sebagai “a set of abilities requiring
individuals to recognize when information is needed and have the ability to
locate, evaluate, and use effectively the needed information”. Artinya,
seperangkat kemampuan yang membutuhkan individu untuk mengenali kapan informasi
dibutuhkan dan memiliki kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan
secara efektif informasi yang dibutuhkan.
Istilah literasi informasi (melek informasi) dalam kaitannya
di perpustakaan diperkenalkan di Denmark pada tahun 1998 oleh Elisabeth Arkin,
kelahiran Amerika, mantan Kepala Layanan Perpustakaan Universitas Aalborg, di
sebuah konferensi pada pemasaran dan evaluasi layanan perpustakaan. Analisis
wacana mengungkapkan bahwa ‘informations competitions’ adalah sebuah
istilah terbuka untuk interpretasi, dan salah satu yang berarti hal yang
berbeda untuk orang yang berbeda. Hampir semua kegiatan perpustakaan, manual
atau virtual di bawah payung literasi informasi; pendidikan pengguna, orientasi
perpustakaan, pengguna perpustakaan negosiasi, layanan digital yang sekarang
tampaknya merupakan bagian dari konsep semua kegiatan melek informasi. Banyak
pustakawan menganggap mengajar literasi informasi dalam arti sempit sebagai
sinonim dengan mengajar keterampilan mencari informasi. Petunjuk untuk
pengembangan keterampilan literasi informasi secara umum disediakan secara
online untuk memberikan layanan kepada peningkatan jumlah siswa (Anderson and
Mei, 2010; Zhang, Watson, and Banfield, 2007).
Keterampilan literasi
informasi yang dikumandangkan UNESCO adalah belajar seumur hidup (lifelong
learning). Menurut UNESCO dalam Horton: Literasi informasi dan belajar seumur
hidup sangat erat kaitannya, karena proses pembelajaran dimulai melalui gerbang
informasi. Kemampuan dalam mencari informasi yang dibutuhkan siswa di sekolah
juga dapat dilakukan pada perpustakaan sekolah. Perpustakaan merupakan sarana yang efektif untuk sumber
belajar dalam mencari informasi. Perpustakaan juga memiliki fungsi sebagai
tempat bertukar pikiran antara pemustaka dan pustakawan. Disamping itu, bagi
pemustaka juga sebagai tempat menemukan dan mengevaluasi informasi yang
dibutuhkan.
Perpustakaan
merupakan gudangnya ilmu
pengetahuan dan sebagai sumber daya informasi (resources center). Namun bukan
berarti informasi dari koleksi terutama buku yang disediakan di perpustakaan
itu semuanya dapat kita ikuti aliran/ajaran teorinya. Salah satu dampak dari perkembangan teknologi informasi
saat ini mengakibatkan ledakan informasi (information explosion). Artinya bahwa
hampir setiap orang dari anak kecil sampai orang tua dapat menerima informasi
apapun dan dari manapun tanpa batas dan filter. Selanjutnya apabila masyarakat
sebagai pengguna perpustakaan cukup melek informasi, maka berbagai informasi
yang melimpah tersebut akan menjadi sumberdaya yang bermanfaat. Untuk itu
setiap orang sangat perlu mengevaluasi informasi yang mereka terima supaya bisa
memenuhi kebutuhannya akan informasi yang dicari. Masyarakat sebagai pengguna perpustakaan harus benar-benar
selektif dalam menerapkan suatu hal dari informasi yang dibaca dari sebuah buku.
Kita ketahui bahwa salah satu kegiatan perpustakaan tanpa
memandang jenis dan bentuk organisasi dari sebuah perpustakaan, adalah
mengadakan bahan pustaka yang dimulai dari menseleksi, memilih, dan akhirnya
memesan bahan pustaka. Oleh karena itu, disinilah peran perpustakaan sebagai
penyaring (filter) dari berbagai macam sumber informasi yang ada. Perpustakaan
harus bisa memprioritaskan buku-buku yang bisa lebih berperan dalam mengolah
sumber-sumber informasi agar bernilai bagi masyarakat yang membutuhkan.
Perpustakaan sebagai wadah untuk mewujudkan masyarakat berinformasi (information
literate society). Selanjutnya dengan adanya literasi informasi yang tepat,
maka akan membuat masyarakat menjadi lebih percaya diri untuk maju dan
mengembangkan diri dalam mengambil keputusan dengan tepat pula.
Dengan adanya literasi informasi, pemustaka akan mampu
mengolah informasi dengan tepat. Keterampilan inilah yang akan mampu menunjang
kebutuhan pemustaka dalam proses belajar mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Abdul. 2015. Literasi Informasi di Perpustakaan.
Iqra’: Jurnal Perpustakaan dan Informasi. Vol. 08 No. 01. http://library.uinsu.ac.id/journal/index.-php/iqra/article/view/209 diakses pada tanggal 30 November 2018.
Mulyadi, M. 2013. Perpustakaan
Sebagai Literasi Informasi Bagi Pemustaka. TAMADDUN: Jurnal Kebudayaan dan
Sastra Islam. Vol. 13 No. 02. http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tamaddun/article/view/159 diakses pada tanggal 30 November 2018.
Michelle Hale Williams dan Jocelyn Jones Evans. 2008. Factor in Information
Literacy Education, Journal of Political Science Education. Vol. 4 No.
1. DOI: 10.1080/15512160701816234. http://doi.org/10.1080/15512160701816234 diakses pada tanggal 2 Desember 2018.
Yager, Z., Salisbury, F., dan Kirkman, L. 2013. Assessment of Information
Literacy Skills Among First Year Students. The International Journal of The
First Year in Higher Education. Vol. 4 No. 1. DOI:
10.5204/intjfyhe.v4i1.140. https://fyhe-journal.com/article/download/140/158 diakses pada tanggal 3 Desember 2018.
No comments:
Post a Comment