Saturday, May 23, 2020

PILIH MEMBAYAR FIDYAH DARIPADA PUASA ROMADHON?


Trenggalek, 23 Mei 2020

Akhirnya kita sampai di penghujung bulan Romadhon 1441 H. Yang mana puasa Romadhon itu diwajibkan bagi setiap umat islam yang mukallaf. Puasa Romadhon tidak disahkan bagi perempuan yang haid dan nifas, tetapi wajib untuk diqodho’. Diperbolehkan untuk tidak puasa bagi musafir/orang dalam perjalanan yang sangat jauh yang diperkenankan untuk sholat qosor, tetapi wajib untuk diqodho’. Dan diperbolehkan untuk tidak puasa bagi orang yang sakit parah, orang yang hamil, dan orang yang menyusui yang tidak mampu atau kesulitan untuk berpuasa karena anjuran untuk kesehatan tetapi juga diwajib untuk mengqodho’ puasanya. Apabila ada orang yang sakit parah  atau orang yang lanjut usia tidak mampu untuk mengqodo’ puasanya diluar/selain di bulan Romadhon, maka diwajibkan untuk membayar fidyah. Berapa ukuran dalam membayar fidyah? 1 kali makan untuk membayar 1 puasa yang ditinggalkannya, atau dalam ukuran beras adalah 6 ons. 
Saat ini banyaknya orang yang mengaku islam, tetapi meninggalkan syariat-syariat islam. Seperti halnya meninggalkan sholat fardhu, meninggalkan puasa Romadhon, dan tidak membayar zakat. Hal yang menggelikan dalam konteks kali ini adalah, ada orang yang tidak mau melakukan puasa sepanjang Romadhon meskipun dia mampu secara jasmani dan rohani tetapi diganti dengan membayar fidyah, terlebih tidak diganti sama sekali. Seperti halnya orang yang saat ini, lebih memilih membayar denda daripada menjalankan hukuman saat melanggar peraturan. Orang-orang dengan seenaknya mengganti puasanya dengan membayar fidyah. Apakah diperkenankan melakukan seperti itu? Tentu tidak diperkenankan sama sekali. Kita kembalikan kepada syaratnya puasa Romadhon yaitu “diwajibkan bagi setiap umat islam yang mukallaf”. Mukallaf berarti bertanggung jawab untuk menjalankan syariat-syariat islam. 
Dimasa pandemi ini, kita hanya mampu berserah diri kepada Allah SWT. Yang Maha Menciptakan. Bulan Romadhon datang sekali dalam setahun. Bulan yang penuh berkah ini, janganlah disia-siakan. Karena belum tentu ditahun selanjutnya kita dipertemukan kembali dengan Romadhon yang tenang seperti tahun sebelumnya yang bersih dari wabah ini atau dipertemukan dengan ajal terlebih dahulu sebelum dipertemukan dengan bulan Romadho ditahun kedepannya. Wallahu a’lamu. Hanya Allah SWT. Yang Maha Mengetahui. Kita hanya mampu berserah diri kepada-Nya.  

Referensi:
Kitab Sulam taufiq karya Syeikh Abdullah ibn Husein ibn Tohir ibn Muhammad ibn Hasyim Ba'lawi

Sunday, May 3, 2020

BOCIL AS AN INSPIRATION FOR TARAWIH PRAYER

BOCIL SEBAGAI INSPIRASI UNTUK SHOLAT TARAWIH


Trenggalek, 3 Mei 2020

Bulan suci Romadhon merupakan bulan yang penuh berkah, segala amal ibadah dilipatgandakan oleh Allah SWT, begitupun sebaliknya dengan segala perbuatan buruk. Bila setiap bulan suci Romadhon para umat islam berlomba-lomba dalam kebaikan untuk berpuasa menahan lapar, haus dan hawa nafsu dari imsak sampai maghrib selama sebulan; memperbanyak i’tikaf atau berdiam diri di masjid, rajin tadarus Al-Qur’an, rajin berjama’ah sholat tarawih, dan lain sebagainya. Tetapi bulan Romadhon 1441 H/ 2020 M ini berbeda daripada bulan Romadhon sebelumnya. Wabah yang sedang melanda hampir seluruh dunia ini atau pandemi COVID-19 menjadikan suasana Romadhon berbeda dari suasana Romadhon-Romadhon sebelumnya. Yang biasanya saat bulan Sya’ban para umat Islam begitu khusyuk menyambut akan datangnya bulan suci romadhon,  maka tahun ini dengan suasana Romadhon sistem lockdown anjuran pemerintah dengan ibadah dirumah aja sebagai antisipasi pencengahan penyebaran virus corona pada wilayah-wilayah yang red zone. Kalaupun wilayah tersebut masih green zone, diperbolehkan untuk sholat berjamaah dengan anjuran membawa alat ibadah dari rumah, memakai masker, tidak saling berjabat tangan atau bersentuhan, dianjurkan untuk sholat lebih cepat.
Alhamdulillah di desaku masih tergolong green zone, sehingga kami masih berkesempatan untuk sholat berjamaah di mushola. Meskipun ada beberapa orang yang memilih untuk sholat tarawih berjamaah dirumah. Tarawih di moshola tempat tinggalku berjalan seperti biasanya. Bedanya, tidak ada musafaah (berjabat tangan) setelah sholat, dan bacaan sholat lebih cepat dari biasanya. Karena berkesempatan untuk berjamaah tarawih seperti biasa, maka para tetanggaku tetap datang untuk sholat tarawih berjamaah mulai dari yang tua, muda, dan anak-anak. Yah, anak-anak yang masih TK dan SD ikut berjamaah sholat tarawih. Jika secara harfiah, anak dibawah umur untuk melakukan sholat itu sekedar asal-asalan entah itu bacaan atau niatnya.
Tapi yang membuatku terkagum-kagum, ada salah satu anak perempuan yang masih TK kecil sangat rajin melakukan sholat. Mulai dari sholat isya’, sholat tarawih, dan sholat witir dikerjakannya tanpa bolong. Meskipun rasa kantuk dan lelah menyerangnya, dia tetap melakukan sholat. Sungguh calon perempuan sholihah. Jika dibandingkan denganku yang dulu diajarkan untuk sholat sejak kecil, setiap sholat tarawih ada beberapa rakaat sholat tarawih yang ku tinggalkan untuk sekedar istirahat atau malah tertidur. Bukankah hal yang kulakukan itu hal yang wajar bagi anak kecil? Jangankan anak kecil, orang dewasa saja kadang sering memilih telat untuk datang sholat tarawih untuk memepersingkat sholatnya, ada yang memilih untuk mencari mushola atau masjid yang melakukan sholat tarawih dengan sangat cepat, ada yang istirahat di beberapa rakaat, dan ada juga yang tidak sholat sama sekali dengan alasan tidak diwajibkan karena itu merupakan sholat sunnah, dan tidak sholat dengan alasan malas. Bukankah itu hoax bila ada yang bilang sangat rindu dengan Romadhon, sangat senang dengan datangnya bulan Romadhon, rasa yang menggebu-gebu tersebut tidak sebanding dengan amalan yang dilakukan.
Bukan hanya perbuatan anak TK tadi yang begitu menginspirasiku, ada anak perempuan kelas 4 SD yang setelah maghrib ikut ayahnya ke rumah saudaranya yang juga tetanggaku yang bertempat tinggal di depan rumahku. Saat waktu sholat tarawih, si anak perempuan ikut sholat tarawih di mushola tempatku. Berbeda dengan sang ayah yang memilih untuk tidak ikut sholat dan memilih untuk tetap dirumah saudaranya. Yang menginspirasiku, meskipun itu bukan wilayah tempat tinggalnya, meskipun aliran di mushola kami berbeda dengan aliran yang dia anut, dia tetap mendirikan sholat jama’ah dari isya’, tarawih, dan witir. Mungkin kalau itu aku, memilih untuk sholat isya’ sendiri dirumah saudaraku dengan alasan berbeda madzhab, atau malas, atau malu karena bukan di wilayah sendiri. Mungkin iya mungkin tidak ; D .
Apakah kalian melakukan hal yang sama seperti para bocil itu? Atau apakah para bocil itu menginspirasi kalian? Berbaik hatilah untuk meninggalkan komentar.